Posted by : Sara Amijaya Tuesday 26 March 2013

Empat puluh hari berlalu sejak ketiadaan kakek kami. Kai' begitu aku menyebutnya. Aku dan kakakku adalah dua cucu pertama, Yang berarti kami telah menghabiskan waktu lebih lama dan banyak bersama kai' ketimbang adik-adik lainnya.

  Mungkin hanya kami berdua yang sempat menikmati jalan-jalan sore dengan sepeda onthel tua milik kai'. Dan hanya kami yang sebelum tidur terbiasa mendengar dongeng pengantar tidur dari nenek. Namun ketika kami mulai beranjak abg, adik-adik dan juga sepupu-sepupu kami terus bertambah hingga kini semua cucu kai' berjumlah 20 orang.
So…Jangan harap deh mereka akan merasai jalan-jalan sore dengan kai' ataupun tertidur dalam serunya dongeng pengantar tidur. Jadi sepertinya hanya kami yang mendapat keistimewaan di waktu kecil hohoho (tolong para adik dan sepupu jangan protes ya).

Pun demikian kasih sayang kai' dan nenek tidak berkurang hanya saja harus dibagi rata dengan banyaknya cucu-cucu tersebut. Dan sakitnya kai' yang berujung kepergian beliau jelas menimbulkan tangis dan duka di hati kami semua. Tak lagi terdengar omelan dan kecerewetan beliau yang biasanya selalu menemani hari-hari para cucu.

Jelas ada yang terasa hilang dan tak biasa. Begitulah, kadang kita lebih menghargai keberadaan seseorang setelah ketiadaannya. Bagaimana dulu terasa begitu menyebalkan jika kai’ selalu mengingatkan ini itu yang pada dasarnya merupakan bentuk sayang dan perhatiannya. Dan kini betapa kami semua merindukan “kecerewetan” beliau.

Dan diantara semua kerabat, entah anak, menantu, keponakan, dan cucu hingga cicit, nenek adalah orang yang paling merasai ketiadaan beliau. Wajar saja nenekkan istri beliau ya. Nenekku itu….hmmmm bagaimana ya menggambarkannya. 

Nenekku itu tipe istri romantis yang begitu care sama suaminya, ya kai’-ku itu. Dari muda hingga sepuhnya kamar beliau selalu terhias dengan aneka bunga dan sprei wangi layaknya pengantin baru. Nenekku itu tipe istri yang gak akan makan sebelum suaminya datang dan kemudian makan bersamanya. Nenekku itu istri yang selalu mengalah dan tidak bersuara keras pada suaminya.
My beloved grandpa n grandma
Hari yang paling mengahrubirukan hatiku adalah saat ketika kami pulang mengantar jenazah Kai’. Setibanya di kamar, nenek membaringkan tubuhnya dan mengelus lembut tempat pembaringan kai’.

“aku sudah mengantarmu pulang, dan aku kini sendiri. Tapi aku tidak menangis seperti pesanmu” ujarnya lamat-lamat. Aku dan seorang acil(tante) yang kebetulan menemaninya segera beranjak mendekat dan menggenggam tangan beliau.

Nenek tertawa-tawa dan menceritakan beragam kenangan ketika masih bersama kai’. Kata-katanya menggambarkan perasaannya yang mendalam dan aku tahu, suaranya sarat dengan cinta. Meski nenek menceritakannya dengan penuh senyum, entah mengapa aku dan acil secara serentak menyusut air mata yang tanpa permisi mengalir begitu saja.

Kini empat puluh hari berlalu sejak kepergian kai’. Semua keluarga telah beraktivitas seperti biasa. Sosok kai’ hanya terus hidup dalam kenangan dan doa-doa kami. Tapi tidak begitu dengan nenek. Baginya kepergian kai’ yang baru empat puluh hari itu telah terasa seolah bertahun-tahun. Nenek kehilangan semangat hidupnya, seolah separuh jiwanya pergi.

Setiap pembicaraannya selalu masih mengenang kai’. Kai’ begini….kai’ begitu. Dan pada akhirnya sebaris kalimatnya terasa menusuk hati kami “tahun depan aku akan menyusul kai’….”

Ah, cinta. Dibalik kesedihan tersebut rasanya aku mengerti akan sebentuk cinta sejati. Cinta kai’ dan nenekku. Cinta yang langgeng bahkan hingga maut memisahkan mereka.

Wish my love’s life will everlasting and find the true happiness too….


- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -