Posted by : Sara Amijaya Monday 19 September 2011


Saat itu adalah Ramadhan terakhirku dikampus tercinta, seperti ramadhan-ramadhan tahun sebelumnya aku menghabiskan waktuku di kota ini, di kota gudeg yang sudah menjadi tempatku  hampir 4 tahun ini menimba ilmu. Waktu  berbuka hampir menjelang ketika pintu kostku digedor dengan tergesa, teriakan-teriakan salam menggema seolah tak sabar menunggu jawaban. 

Setengah berlari aku bangkit dari tilawah soreku. “waalaikum salam….sebentar ya” teriakku. Sungguh aku tercengang melihat Mba Adda berdiri lemas di pintu kostku. “masuk Mba…” kataku menggamit lengannya. Tanpa menunggu jawabku Mba Adda yang tetap tampak anggun dalam keletihannya bercerita “aku pergi dari rumah de…” “aku gak sanggup lagi dengan semua tekanan dari ayahku, aku ingin menikah de itu satu-satunya cara untuk bisa hidup mandiri tanpa harus terus saling menyakiti dengan ayah” kata-katanya mengalir cepat seolah tak menyisakan ruang untuk tanyaku. “Haa…???menikah???sama sapa mba?”

“aku juga gak tau dek…ada ide?” waduh….terang aja aku kebingungan.

 Mba Adda terkenal karena ketegasan sikap dan kekerasan hatinya, terlebih jika menyangkut urusan akhirat, memang jauh-jauh hari Mba Adda pernah bercerita tentang perseteruannya dengan ayahnya, Beliau memaksanya untuk bekerja di sebuah perusahaan asing yang mengharuskannya membuka jilbab, sementara Mba Adda begitu teguh memegang ajaran Dien. Tiba-tiba Mba Adda mengutarakan keinginannya untuk menikah “Dengan bang Jef mba?” tanyaku ragu…”huss  sembarangan, tentu bukan” lantas menikah dengan siapa sementara Mba Adda sudah lama memutuskan Bang Jef pacarnya sejak SMA  karena perbedaan jalan yang sekarang mereka tempuh “Dia bukan yang terbaik untuk agamaku dek…” lanjutnya kemudian.

Tiba-tiba terlintas ide di benakku….”Mba mau menikah dengan ikhwan yang bagaimana?”
“Yang sholeh, sepaham,dan mengerti pilihan hidupku” 
“Bagaimanapun orangnya Mba?” tanyaku menyakinkan 
“iya…insyaallah” mantap suaranya.
Segera aku angkat teleponku , kuputar nomor salah seorang ummahat di pesantren tempatku biasa mengaji
 “ Assalamualaikum umi….afwan mengganggu, begini umi ada akhwat yang siap menikah dan minta secepatnya  bla…bla..bla……” segera kuterangkan latar belakang Mba Adda dan kondisinya saat itu.
“ insyaallah besok kukabari “ begitu jawab umi.

Malam itu Mba Adda tidur di kostku, kami berbuka dan sahur bersama. Mungkin ini jadi yang terakhir kami menghabiskan waktu bersama apalagi jika keinginannya untuk menikah benar-benar terkabul. Aku turut tak sabar menunggu kabar dari ummahat di pesantren. Saat itu masih terlalu dini untuk bersahur, tapi aku sudah terbangun dan dalam setengah sadar kulihat Mba Adda tengah larut dalam doa-doa panjangnya, entah sudah berapa lama Ia  berkasih-kasihan dengan Tuhannya. Yang pasti aku tersentuh dalam kusyunya doa yang Mba Adda panjatkan. Amieen…..semoga Allah mengabulkan doamu Mba…
Saat kami sedang bersantap sahur tiba-tiba Hpku berdering, “Dari ummahat mba…” jeritku antusias
“cepat angkat…” Mba adda tampak tak sabar. “Assalamualaikum…umi”
“waalaikum salam…Besok pagi bisa temui umi di rumah pukul 10, jika tidak ada mahram biar umi yang mendampingi”
Singkat saja isi pembicaraan itu, tapi cukup memberikan wangi harapan bagi Mba Adda “Mudah-mudahan cocok ya mba…” ucapku menguatkan. 

Pagi-pagi Mba Adda sudah berangkat, sayangnya aku tak bisa menemani karena ada ujian hari itu “kutunggu kabarnya ya Mba….semoga Ramadhan ini membawa berkah Mba” ucapku sambil memeluknya saat melepas kepergiannya.
Hari itu terasa lama, saat ujianpun aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan proses taaruf yang tengah dijalani Mba Adda….duh lama banget ya kabarnya.
Waktu berbuka kembali hampir menjelang, Kali ini aku tak fokus pada tilawahku sebentar-sebentar aku melirik pintu kostku  berharap terdengar ucapan salam dari Mba Adda. Saat aku hampir tak sabar lagi terdengar suara salam di pintu kostku “ Mba adda…..” jeritku gemas, “bagaimana….bagaimana?”
“sabar dong de…..gimana mba cerita kalu dikerubuti begini?” Ucapnya tersenyum. 
Dengan malu aku mempersilahkannya masuk….”Insyaallah aku menikah 1 syawal dek….” “Alhamdulillah…” aku langsung memeluknya erat 
“selamat ya mba…barokallah…barokallah…” tiba-tiba aku tersentak, kulepaskan pelukan dan kutatap Mba Adda lekat-lekat “ Mba yakin? Bagaimana orangnya?”
“Insyaallah….Dia Ustad de lulusan dari Libya, tapi bukan itu yang membuatku mantap menikahinya, tapi kesediaannya untuk membimbingku mengenal dien lebih dalam yang memantapkan langkahku ini”
“Lantas bagaimana orangnya mba? Cakep? Tinggi? atau bagaimana?” kejarku lagi
Muka Mba Adda terlihat lucu “ Aku gak tau de, saking groginya aku tak berani menatapnya”
Terang aza aku tertawa…”wah kaya beli kucing dalam karung ya mba” ledekku lagi.

Keesokannya Mba Adda benar-benar pulang menemui orangtuanya dan menyiapkan semua proses pernikahannya. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar tak ada kesulitan yang berarti, ayahnya yang begitu keras langsung luluh ketika melihat calon menantunya dan kemantapan Mba Adda. Ramadhan tahun itu benar-benar tak terlupakan bagiku. Dalam benakku setengah berharap semoga kisah cintaku seromantis Mba Adda.

Pada hari pernikahannya Mba Adda mengirimiku pesan singkat “Ramadhan ini begitu istimewa dek, membuatku semakin merindukan Ramadhan berikutnya. Semoga Ramadhan ini juga memberimu banyak  Ibrah, Keyakinan yang kuat akan kebesaranNya pasti menuntutmu menuju muara dimana kau bisa melepaskan semua dahagamu….”

- Copyright © Sara's Talk - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -